Pada awalnya, jembatan sepanjang 1.177 meter dengan lebar 22 meter ini, dinamai Jembatan Bung Karno.
Menurut sejarawan Djohan Hanafiah, pemberian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan kepada Presiden RI pertama itu. Bung Karno secara sungguh-sungguh memperjuangkan keinginan warga Palembang, untuk memiliki sebuah jembatan di atas Sungai Musi
Peresmian  pemakaian jembatan dilakukan pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal  30  September 1965 Oleh Letjend Ahmad Yani ( sore hari Pak Yani Pulang dan  subuh  1 Oktober 65 menjadi Korban Gestok), sekaligus mengukuhkan nama  Bung Karno  sebagai nama jembatan. Akan tetapi, setelah terjadi  pergolakan politik pada  tahun 1966, ketika gerakan anti-Soekarno sangat  kuat, nama jembatan itu pun  diubah menjadi Jembatan Ampera. tetapi  masyarakat palembang lebih suka memanggil  jembatan ini dengan sebutan “Proyek Musi”
Bagian tengah Jembatan Ampera, ketika baru selesai dibangun, sepanjang 71,90 meter, dengan lebar 22 meter. Bagian jembatan yang berat keseluruhan 944 ton itu dapat diangkat dengan kecepatan sekitar 10 meter per menit.
Dua menara pengangkatnya berdiri tegak setinggi 63 meter. Jarak antara dua menara ini 75 meter. Dua menara ini dilengkapi dengan dua bandul pemberat masing-masing sekitar 500 ton.
Pada saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran lebar 60 meter dan dengan tinggi maksimum 44,50 meter, bisa lewat mengarungi Sungai Musi. Bila bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi kapal maksimum yang bisa lewat di bawah Jembatan Ampera hanya sembilan meter dari permukaan air sungai.
Sejak tahun 1970, Jembatan Ampera sudah tidak lagi dinaikturunkan. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini, yaitu sekitar 30 menit, dianggap mengganggu arus lalu lintas antara Seberang Ulu dan Seberang Ilir, dua daerah Kota Palembang yang dipisahkan oleh Sungai Musi.
Alasan lain karena sudah tidak ada kapal besar yang bisa berlayar di Sungai Musi. Pendangkalan yang semakin parah menjadi penyebab Sungai Musi tidak bisa dilayari kapal berukuran besar. Sampai sekarang, Sungai Musi memang terus mengalami pendangkalan .
Pada tahun 1990, dua bandul pemberat untuk menaikkan dan menurunkan bagian tengah jembatan, yang masing-masing seberat 500 ton, dibongkar dan diturunkan karena khawatir jika sewaktu-waktu benda itu jatuh dan menimpa orang yang lewat di jembatan. “Bayangkan jika benda seberat itu menimpa kepala kita,”
Jembatan Ampera pernah direnovasi pada tahun 1981, dengan menghabiskan dana sekitar Rp 850 juta. Renovasi dilakukan setelah muncul kekhawatiran akan ancaman kerusakan Jembatan Ampera bisa membuatnya ambruk.
Bersamaan dengan eforia reformasi tahun 1997, beberapa onderdil jembatan ini diketahui dipreteli pencuri. Pencurian dilakukan dengan memanjat menara jembatan, dan memotong beberapa onderdil jembatan yang sudah tidak berfungsi.
Warna jembatan pun sudah mengalami 3 kali perubahan dari awal berdiri berwarna abu-abu terus tahun 1992 di ganti kuning dan terakhir di tahun 2002 menjadi merah sampai sekarang.
Bagian tengah Jembatan Ampera, ketika baru selesai dibangun, sepanjang 71,90 meter, dengan lebar 22 meter. Bagian jembatan yang berat keseluruhan 944 ton itu dapat diangkat dengan kecepatan sekitar 10 meter per menit.
Dua menara pengangkatnya berdiri tegak setinggi 63 meter. Jarak antara dua menara ini 75 meter. Dua menara ini dilengkapi dengan dua bandul pemberat masing-masing sekitar 500 ton.
Pada saat bagian tengah jembatan diangkat, kapal dengan ukuran lebar 60 meter dan dengan tinggi maksimum 44,50 meter, bisa lewat mengarungi Sungai Musi. Bila bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, tinggi kapal maksimum yang bisa lewat di bawah Jembatan Ampera hanya sembilan meter dari permukaan air sungai.
Sejak tahun 1970, Jembatan Ampera sudah tidak lagi dinaikturunkan. Alasannya, waktu yang digunakan untuk mengangkat jembatan ini, yaitu sekitar 30 menit, dianggap mengganggu arus lalu lintas antara Seberang Ulu dan Seberang Ilir, dua daerah Kota Palembang yang dipisahkan oleh Sungai Musi.
Alasan lain karena sudah tidak ada kapal besar yang bisa berlayar di Sungai Musi. Pendangkalan yang semakin parah menjadi penyebab Sungai Musi tidak bisa dilayari kapal berukuran besar. Sampai sekarang, Sungai Musi memang terus mengalami pendangkalan .
Pada tahun 1990, dua bandul pemberat untuk menaikkan dan menurunkan bagian tengah jembatan, yang masing-masing seberat 500 ton, dibongkar dan diturunkan karena khawatir jika sewaktu-waktu benda itu jatuh dan menimpa orang yang lewat di jembatan. “Bayangkan jika benda seberat itu menimpa kepala kita,”
Jembatan Ampera pernah direnovasi pada tahun 1981, dengan menghabiskan dana sekitar Rp 850 juta. Renovasi dilakukan setelah muncul kekhawatiran akan ancaman kerusakan Jembatan Ampera bisa membuatnya ambruk.
Bersamaan dengan eforia reformasi tahun 1997, beberapa onderdil jembatan ini diketahui dipreteli pencuri. Pencurian dilakukan dengan memanjat menara jembatan, dan memotong beberapa onderdil jembatan yang sudah tidak berfungsi.
Warna jembatan pun sudah mengalami 3 kali perubahan dari awal berdiri berwarna abu-abu terus tahun 1992 di ganti kuning dan terakhir di tahun 2002 menjadi merah sampai sekarang.
Saat  ini, berkembang wacana tentang pentingnya pembangunan Jembatan Musi III   dan Musi IV, yang menghubungkan antara Seberang Ilir dan Seberang Ulu  Palembang.  Pembangunan dua jembatan dimaksudkan agar Jembatan Ampera  tidak kelebihan beban  kendaraan yang melintas, sekaligus untuk lebih  membuka kawasan Seberang Ulu.
Harapan sebagian warga Palembang yang ingin melihat Jembatan Ampera seperti  dulu, agaknya sulit terwujud.
Tetapi  menurut riset terakhir pemerintah Jepang Jembatan Ampera masih tetap   kokoh sampai 50 tahun lagi. dan akan segera di lakukan renovasi ulang  oleh  kontraktor Jepang , tetapi dengan catatan Jembatan harus di tutup  selama 2  Tahun
Gambar Jembatan Ampera 
Tahun 1965 - 1972
tahun 2002 - sekarang
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar